29 Maret 2023

  Sekelabat memori menguar. Merobek segenap kenangan yang mengakar. Dalam ingatan bernama Pengabdian dan perjuangan mendobrak peradaban pemikiran


Yang kuingat, kita pernah begitu payah mengedukasi teman sejawat. Bergelut dengan berbagai nawacita,


Antara amanah dakwah. Risiko perjuangan. Nafsu dunia pun tak mau kalah.

Yang paling membenak. Saat kita sedang berusaha menjaring massa. Yang ada setiap kami sampaikan Islam malah dicibir.... Tiap bait ide kami jelujur, yang ada mereka tepuk tangan memaksa kami berhenti....itulah kaum munafik ...


Dari satu Desa, kecamatan dan tongkrongan anak muda kami jejali. Papan pengumuman pun tak luput dari leaflet kami. Rindu bersemi di tengah Ramadhan ini. Mengingati jejak juang dan menginsyafi atas ketidakmaksimalan diri. 


Sampai pada akhirnya ada saja manusia yang terus mencibir kami, tp Ikhiat niat sudah dalam genggaman. Pernah berpikir untuk berhenti namum aku tak bisa melihat sekitar yang tak hentinya menjadi perhatian.


Meski sebagian dari kita sibuk meniti membangun rumah tangga, mencari nafkah tetapi menuntut ilmu tetap digeluti. Fase hidup boleh berganti. Tapi perjuangan belum berhenti dan jangan sampai terwarnai.


walau belakang ku dengar seseorang ada yg berkata mereka itu "kada dipakai di *** yang inya umpati waktu kuliah makany setelah lulusan kuliah membentuk *** ....

anda salah besar bung kami membangun organisasi kami dengan tujuan melanjutkan perjuangan dengan cara yg berbeda tentunya ..bisa saja suatu hari nanti keluarga anda yang kami tolong nantinya...tp..... Ahhhh sudahlah....sulit menjelaskan kepada lalat kalau bunga itu lebih baik dari sampah.... .dan satu hal...tujuan akhir dri semua perjuangan adalah berharap ikhtiar ini diridhai Allah SWT


Kami hanya tak ingin jadi pejuang yang terjebak fakta. Militan di waktu senggang namun tenggelam dalam kesibukan. Aktivis saat kuliah namun oportunis setelah bekerja. Punya kontribusi saat lajang bin sendiri namun pragmatis sibuk mengurus anak dan suami. Inilah yang ku takutkan sampai saat ini.

Bahkan rela cakar cakaran sesama teman hanya berebut Pekerjaan yang sementara, sementara berteman itu selamanya


Di saat semua orang tak meyakini. Perjuangan mengembalikan kehidupan Islam yang dinanti...kami mencoba membngun organisasi dengan berusaha meletakkan sendi sendi Islam di dalam ruh perjuanganya


Menjadi idealis memang seringkali dianggap tidak realistis. Dengan kondisi yang kian mencekik karna kapitalis. Menangis. Karena benturan kepentingan dan kebutuhan hidup mengikis idealis.


menjadi relawan juga semakin terdegradasi, ada beberapa orang yg bertanya berapa gajih kalian....

Memang

Kami tidak dibayar, tidak digajih....bukan karena relawan tak bernilai tetapi karena relawan itu tak ternilai


Gajih Kami do'a orang yang kami bantu, para habaib dan ulama yang kami berkhidmah di majelisnya ..dll


Tentu dalam kehidupan materialis. Kemewahan dianggap fantastis dan yang hidup minimalis dianggap fanatis.

Idealis memilih untuk tetap dalam rel perjuangan. Meski dianggap keras kepala karena stigma ketidakpahaman.

Jika realitas dijadikan standar perubahan. Yang ada malah pasrah pada keadaan, memukul mundur mimpi besar dan semangat juang.


Jika pragmatisme jadi landasan. Kepentingan akan jadi sesembahan, mengarahkan perbuatan pada yang menguntungkan.


Bayangkan. Jika Sultan Muhammad Alfatih realistis dengan mimpi besar menaklukkan konstantinopel. Takkan terukir sejarah bahwa pemuda adalah penakluknya. Meski ia hanya pemuda dengan idealisme yang mengakar. Dengan realitas kekalahan pasukan di lautan sampai meriam pun gagal menembus tembok keangkuhan. Karena Idealis tak membuatnya mundur. Justru kegagalannya terpacu menggali strategi yang tak disangka.


Peduli pada hal-hal yang besar, agar tak ada ruang baper pada hal kecil. Sebab idealisme mengarahkan bukan diarahkan. Mempengaruhi bukan dipengaruhi. Mewarnai bukan malah terwarnai.


Maka di manapun kita berada. Entah jadi mahasiswa, rakyat jelata, pelajar dan lainnya atau peran lainnya kita tetaplah hamba Allah. Poros hidup tetap  pengharapan Ridho Allah SWT dan setua tuanya kita...pada akhirnya jika ada Iman di hati maka kita akan kembali ke mesjid dan Agama ....maka jangan menunggu tua untuk berwakaf diri untuk Agama....

gunakan tinta kekuasaan, pangkat, jabatan kalian untuk Agama, karena pada Akhirnya Hanya Kain Kafan pakaian kalian dan Keranda  yang akan menjadi kendaraan terakhir, dan kubur tempat terakhir kalian 


Panjang umur perjuangan. Dari menyusuri Hidup yang sederhana ini berusaha merobek keangkuhan. Menembus masyarakat mengurai kemujudan dan kesalahpahaman. 


Semoga tetap dalam keistiqomahan. Lekatnya ingatan tak luput untuk saling menemukan. Di surga Firdaus yang Allah janjikan.

Untuk mu para Pemuda dan Pemudi yang sedang hijrah, berjuang dan memperbaiki diri yang dirindukan.


di salah satu Pojok Rumah sederhanaku sembari memandang air banjir ....

(Muhammad Edwan Ansari)

Kasarangan, 29 Maret 2023




11 Maret 2023

Manaqib Singkat Wali Katum

 


Nama “Wali Katum” sudah tidak asing lagi bagi warga asli Kota Banjarmasin khususnya, dan masyarakat Kalimantan Selatan pada umumnya.

Maqam Wali Katum





Berikut Photo Beliau


Nama beliau sebenarnya adalah Muhammad Ramli bin Anang Katutut, sedangkan Gelar KATUM berasal dari Kata Katum diambil dari bahasa Arab yang berarti sembunyi.

di masa kecil beliau bernama Artum Ali, beliau hidup apa adanya tanpa berusaha (bekerja), hari-hari beliau habiskan hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT.

Apabila ada makanan beliau makan, tapi kalau tidak ada beliau akan puasa. Meskipun demikian beliau tidak pernah mengeluh, minta-minta dan menyusahkan orang lain.

Beliau selalu menutup diri dari orang lain dan suka menyendiri, sehingga tidak banyak aktivitas beliau yang terekspos. Karena itulah di masyarakat beliau lebih dikenal dengan sebutan “ Wali Katum”.

Diceritakan, beliau kalau pergi selalu membawa Al-Qur’an apabila berhenti beliau akan membacanya, hingga akhir hayat beliau. Al-Qur’an tersebut tidak lagi persegi empat,  melainkan berbentuk lonjong karena sisi-sisinya sudah aus terkikis lantaran sering dibaca.

Menurut penuturan Gusti Sulaiman bin Gusti H. Hasan (‘Guru Tuha’ kawan dekat dari Tuan Guru Abdussamad Kampung Melayu Sungai Bilu, Banjarmasin, sewaktu selama 7 tahun menuntut ilmu di Mekah), bahwa :

Gusti H.Hasan adalah kakak dari Gusti Anang Katutut yang adalah ayah dari Muhammad Ramli (“Wali Katum”).

Dengan demikian maka, Gusti Sulaiman bin Gusti H. Hasan adalah memiliki hubungan keluarga sebagai sepupu sekali dengan” Wali Katum” atau Gusti Muhammad Ramli bin Gusti Anang Katutut.

Selanjutnya, menurut Gusti Sulaiman bin Gusti H. Hasan, yang kini berusia 95 tahun di Banyiur Dalam, Basirih Banjarmasin, ada beberapa keganjilan (khawariqul ‘adat) dari “Wali Katum”, begitu pula dengan bapaknya Gusti Anang Katutut.

Diriwayatkan pernah suatu hari serombongan orang bermobil datang untuk mengundang dan menjemput Gusti Anang Katutut (ayah Wali Katum), namun beliau tidak mau naik mobil dan mempersilahkan tamu yang menjemputnya lebih dahulu pulang. Sedangkan beliau mengeluarkan sebuah sepeda butut yang tempat duduknya hanya dililitkan kain supaya bisa duduk di atas sepeda butut tersebut.

Namun Alangkah terkejutnya rombongan yang ingin mengundang beliau, ternyata ayah Wali Katum sudah tiba lebih dahulu dan sedang menyandarkan sepeda bututnya di depan rumah yang ingin mengundang tersebut, padahal sewaktu berangkat tadi rombongan yang mengundang lebih dahulu dan cepat karena menggunakan mobil.

Selanjutnya diriwayatkan pula oleh Gusti Sulaiman bin Gusti H. Hasan, bahwa tempo dahulu pada musim haji, seseorang jama’ah haji dari Hulu Sungai melihat seorang pria di mekah yang berjalan beriringan, namun sambil berinting-inting atau jalan berjingkat-jingkat tanpa terompah (maklum zaman dulu tidak ada sandal jepit). Lalu jama’ah haji tersebut bertanya pada pria yang berjingkat, apakah sedang kepanasan kaki berjalan di padang pasir, namun pria itu menjawab :” Tidak”. Kemudian ditanyakan siapa namanya dan tinggal dimana, Pria misterius itu menyebutkan namanya Muhammad Ramli dan alamatnya di Tebu Darat, Hulu Sungai Tengah.

Karena merasa kasihan oleh jama,ah haji itu ketika melewati pasar dibelikanlah “Sepasang Terompah”, namun setelah menerima terompah tersebut, pria berjingkat-jingkat tadi menghilang begitu saja.

Setelah selesai menunaikan ibadah haji dan pulang ke kampung halaman, Sang jama’ah haji tadi teringat dan ingin pergi menemui Muhammad Ramli, di Tebu Darat. Tapi menurut penduduk kampung Tebu Darat, bahwa tidak ada warganya yang naik haji tahun ini. Tapi kalau orang yang bernama Muhammad Ramli memang ada, tapi tidak pergi haji, namun hanya berkhalwat di gubuk persawahan.

Merasa penasaran sang jama’ah haji itu lalu minta bawakan ke Gubuk Muhammad Ramli tersebut. Dan ternyata memang beliau lah yang bertemu dengannya di Mekah, sedangkan “Sepasang Terompah” terlihat ada digantungkan di dinding rumah / Gubuk Muhammad Ramli.

Sejak saat itulah masyarakat baru mengetahui, bahwa Muhammad Ramli adalah seorang Wali Allah SWT, sehingga beliau diberi gelar “Wali Katum” atau wali yang tersembunyi.

Gusti Muhammad Ramli atau (“Wali Katum”) wafat tanggal 24 Juni 1982 M bertepatan dengan tanggal 29 Sya’ban 1402 H pada usia sekitar 70 tahun.

Makam “Wali Katum” terletak di desa Tabu Darat kecamatan Labuan Amas Selatan kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan.

Makam keramat “Wali Katum” juga menarik ,karena selalu mendapat kunjungan ziarah dari masyarakat Kalimantan Selatan dan juga wisatawan peziarah lainnya. Alfatihah

Sumber : H.Gusti Sulaiman bin Gt.H.Hasan (Guru Tuha) , Banyiur Dalam, Basirih

Ditulis Ulang : Muhammad Edwan Ansari, S.Pd.I


dan setiap bulan sya'ban selalu diadakan haul beliau dengan ribuan jamaah yang menghadirinya



di copy dari :

https://edwanansari.blogspot.com/2021/09/wali-katum.html


Sejarah Wali Katum