KITA PERLU BELAJAR DARI SEMUT
Alkisah tersebutlah satu kaum semut yang hidup di sebuah lembah di negeri Syam. Kediaman mereka sebenarnya berada di dalam sarang-sarang, namun para semut tersebut pada siang hari beraktivitas di sekitar lembah yang juga merupakan jalan yang biasa dilalui oleh manusia.
Hingga suatu hari, Nabi Sulaiman beserta pasukan berkudanya menuju kepada jalan di lembah tersebut. Seekor semut yang memiliki kemampuan melebihi teman-temannya yang lain, menyadari hal itu.
Ia lantas mengingatkan mereka agar segera pulang ke sarang masing-masing untuk menyelamatkan diri. Tafsir Ibnu Katsir menyebut, bahwa semut yang berbicara itu bernama Haras, dari Bani Syisan.
Para semut pun mengikuti anjuran tersebut meski sebenarnya mereka sendiri belum melihat langsung pasukan Sang Nabi karena masih berada di kejauhan. Kisah ini diabadikan dalam Surat An-Naml ayat 18.
حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَوْا۟ عَلَىٰ وَادِ ٱلنَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّمْلُ ٱدْخُلُوا۟ مَسَٰكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَٰنُ وَجُنُودُهُۥ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
Hingga apabila mereka (pasukan Nabi Sulaiman) sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, "Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari."
Demi mendengar seekor semut yang berbicara kepada teman-temannya untuk saling mengingatkan, Nabi Sulaiman pun tersenyum dan memuji Allah. Lalu ia menghentikan pasukannya agar memberi waktu bagi para semut untuk berlindung.
Kisah tersebut bukanlah dongeng anak-anak yang hanya imajinasi, melainkan nyata terjadi. Al-Quran merekam kisah itu untuk kita karena banyak sekali hikmah yang dapat kita petik darinya.
Pertama, tentang serangga kecil yang memiliki sifat saling percaya kepada temannya. Mereka tahu bahwa Haras yang memberi peringatan itu memang punya kelebihan pendengaran dibanding yang lain.
Tak seekor pun yang berlawanan pendapat dengan dia, karena memang para semut itu menyadari bahwa mereka tidak menguasai ilmunya melebihi Haras.
Kedua, tentang sekumpulan hewan yang mengambil langkah antisipasi. Meskipun bahaya masih jauh, mereka sudah sigap bergerak melakukan penyelamatan.
Para semut tahu, jika mereka baru bergerak saat pasukan berkuda itu sudah di depan mata, tentu tak bermanfaat lagi. Kaki-kaki kekar dari barisan kuda pastilah akan menginjak-injak mereka karena terlambat untuk bertindak.
Ketiga, tentang mahluk Allah yang mengetahui kapasitas dirinya hanya sebagai seekor semut. Ketika pasukan berkuda mendekati, mereka tahu bahwa bersembunyi di sarang adalah ikhtiar terbaik untuk menyelamatkan diri.
Tak ada gunanya menantang barisan berkuda jika mereka hanya semut. Karena setiap mahluk Allah diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dan para semut itu ridha dengan bagian mereka.
Demikianlah keteladanan dari semut-semut pada zaman Nabi Sulaiman. Ribuan tahun berlalu, namun kisah ini tak lapuk oleh waktu. Bahkan semut (An-Naml) dijadikan sebagai salah satu nama surat dalam Al-Quran.
Banyak nilai kehidupan yang bisa kita pelajari dari semut. Seperti kebiasaan semut yang saling bersentuhan (mungkin bagi kita bertegur sapa atau salaman) ketika bertemu.
Hal itu menandakan bahwa semut memiliki kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Tanpa membedakan dari mana mereka berasal.
Semut juga pantang menyerah. Meski menemukan hambatan dan kesulitan. Semut tidak pernah menyerah apalagi malas-malasan dalam berjuang. Semut akan terus mencari jalan untuk sampai ke tujuan, meski jalannya dihalang-halangi.
Dua hal di atas bisa kita jadikan pembelajaran untuk kehidupan kita. Rasa peduli terhadap sesama tanpa memandang mereka siapa dan pantang menyerah mencapai impian meski banyak rintangan.
teruslah satu komando, jangan kalian seperti sapu yang meninggalkan ikatan
seperti Superman yang merasa gagah sendirian
atau seperti semut yang tak mau mengikuti arahan kelompok atau koloni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar